23 Januari 2010
Aku lupa, yang jelas dulu aku masih SD, ketika sepupuku, Roni, memberi seekor bayi anjing Chow chow kepadaku, karena induknya melahirkan banyak anak. Warnanya cokelat keemasan, hidungnya masih berwarna pink pucat, usianya baru beberapa hari, bahkan anak anjing itu belum bisa melihat. Aku dan saudara-saudarakuku sayang sekali dengan anjing ini, seringkali jatah susu kami, kami berikan buat anjing ini. Lagi-lagi aku lupa, tapi entah kapan dan bagaimana caranya, abangku memberi nama anjing itu NYAI, yang merupakan panggilan buat perempuan sunda, panggilan tradisional pula. Kalau dipikir-pikir, alangkah noraknya nama itu. Tapi si anjing sudah kadung nempel dengan namanya, buktinya meski umurnya baru beberapa hari, dia akan memalingkan kepalanya ke arah suara bila kami memanggilnya dengan nama Nyai.
Waktu berjalan begitu cepat. Nyai telah berubah dari seekor bayi menjadi seekor gadis anjing (terdengar kasar ya?? tapi itulah kenyataannya, Nyai adalah seekor anjing!! hihihi). Panjang badannya sekitar 40 cm dan tingginya sekitar 25 cm. Bulunya seperti yang aku katakan tadi berwarna cokelat keemasan. Badannya cukup sintal dan padat ibarat Vicky Burki, hidung tentu saja pesek, nama juga anjing, kalau mancung malah tampak menyeramkan bukan?? Hehehe. Sayang, badannya yang OK itu tidak didukung dengan muka yang (maaf..) tampak seperti Omas Wati. Tak seperti manusia yang bila telah menjadi seorang gadis biasanya akan dikagumi karena pesonanya, Nyai justru disegani, bahkan ditakuti..oleh manusia bahkan oleh sesama hewan, terutama Ayam!! Gonggongannya yang cempreng dan unstoppable, juga hobbynya mengejar ayam-ayam tetangga demi kesenangan semata, disinyalir menjadi alasan kuat dia tidak dusukai di lingkungan rumahku. Nyai tidak mempunyai kandang, karena dia tidur di dalam rumah. Tempo-tempo tidur di sofa depan, tempo-tempo tidur di kursi makan, bahkan seringkali tidur di balik selimut bersamaku atau saudara-saudaraku. Tetanggaku yang kebetulan bernama Ceu Nyai, seringkali GR ketika kami memanggil-manggil anjing kami di luar.
Kami : NYAIIIIIIIII.....
Ceu Nyai : Aya naon?? (Ada Apa??)
Kami yang tak menyangka akan mendapat tanggapan dari Nyai versi manusia. Alhasil kami malah jadi kelabakan,hehehe.
Suatu hari ada saudaraku yang lain memberikan seekor anjing kampung, jantan, berwarna cokelat tua. Sebenarnya orang tua kami agak keberatan dengan tambahan anjing ini, tapi demi melihat muka memelas kami, akhirnya mereka membolehkan kami untuk menerima anjing baru itu di rumah kami. Abangku yang lagi-lagi tanpa kompromi memberikan nama untuk anjing pendatang baru itu. Dia menamai anjing jantan itu : MANGKULANGIT, tapi nama panggilannya DUDIT. Nama yang cukup spektakuler dan bombastis untuk seekor anjing menurutku. Tapi aku pun tak punya kekuasaan untuk mengusulkan nama lain, aku kan masih kecil dan polos, ohh.
Awalnya Nyai dan Dudit tampak bermusuhan, saling berjauhan, kalaupun berpapasan mereka tampak tak mengenal satu sama lain. Tapi itu hanya bertahan 1 hari saja. Hari-hari berikutnya keakraban mulai tampak. Mungkin mereka berpikir bahwa bermusuhan sangat tidak sesuai dengan perikeanjingan,hihihi. Duditpun yang awalnya masih takut-takut dengan kami, mulai mau mendekat dan bermanja-manja. Rupanya keakraban antara 2 anjing ini bukan sekadar pertemanan atau persahabatan, Dudit tega menghamili Nyai yang masih perawan..ohhh. Meskipun disinyalir Nyai yang selalu menggoda Dudit untuk berbuat anonoh terhadap dirinya. Tapi ya sudahlah ya, namanya juga binatang!! Hehehe. Singkat cerita perut Nyai semakin membesar, kami lebih memperhatikan asupan gizi untuknya, biar Nyai dan bayi-bayinya sehat. Hingga suatu malam tanpa kami ketahui, di bawah meja belajar abangku, beralaskan kain yang entah bagaimana caranya ada disitu, Nyai melahirkan 4 ekor bayi mungil yang sangat menggemaskan. Dudit mendampingi Nyai di dekatnya. Aku terkagum-kagum melihat bayi-bayi yang kecil itu, namun ketika aku hendak mendekat, Nyai marah dan memperlihatkan taringnya. Ibuku berkata, katanya biasanya anjing kalau sehabis melahirkan memang seperti itu, induknya seperti ketakutan kalau-kalau manusia akan mengambil anaknya. Alhasil kami hanya bisa melihat dari kejauhan saja, melihat Nyai menjilati anak-anaknya dari darah persalinannya agar bersih. Dengan hati-hati Ibuku mendekati Nyai, beliau hendak mengelilingi Nyai dan anak-anaknya dengan selimut bekas agar mereka hangat.
Esok paginya ketika aku bangun, aku tak sabar untuk melihat keluarga baru itu. Lucu sekali..dengan mata yang masih belum bisa melihat, keempat bayi anjing itu berebutan untuk menyusu ke induknya. Sementara Nyai tampak pasrah dan menikmati saat-saat menyusui bayi-bayinya itu. Oh pemandangan yang sungguh luar biasa. Hari itu Nyai sudah tampak lebih bersahabat. Kami sudah boleh mendekati dia dan bayi-bayinya. Hari-hari berikutnya, Ibuku sungguh telaten menjemur bayi-bayi anjing yang belum bernama itu. Tampaknya abangku kehilangan ide untuk memberi nama keempat bayi anjing itu. Hingga suatu hari, belum sampai seminggu, Orangtuaku memutuskan kalau kami tidak bisa memelihara keempat bayi anjing tersebut, karena akan sangat merepotkan. Kami tak rela, apalagi Nyai dan Dudit yang tampak sedih sekali ketika ketiga bayinya diambil oleh Orangtuaku. Aku menangis, begitu juga Nyai dan Dudit. Kesedihan tak bisa mereka sembunyikan. Sekilas aku bisa melihat air mata mereka yang tertahan.
Orangtuaku memberikan ketiga bayi anjing itu kepada teman-teman mereka. Aku berharap, bayi-bayi anjing itu akan dipelihara dengan baik. Bye Puppies...
Untunglah kesedihan Nyai dan Dudit tidak berlangsung lama, beberapa hari kemudian mereka sudah kembali ceria bersama their only son yang akhirnya abangku beri nama si GONDRONG, hanya karena buntutnya yang gondrong dan menyerupai kipas,hehehe. Gondrong tumbuh menjadi anjing pejantan yang unik. Tinggi badannya diantara Nyai yang pendek dan Dudit yang tinggi. Begitulah kalau anjing Chow chow kain dengan anjing kampung,hehehe.
Setahun berlalu, Dudit semakin tua, dan suatu hari dia mati. Aku dan saudara-saudaraku menangis, terlebih Nyai dan Gondrong. Orangtuaku memasukkan Dudit kedalam karung, mengikatnya, lalu membuangnya ke sungai yang tak jauh dari rumah kami.
Waktu berlalu, kami mulai dapat melupakan kematian Dudit. Suatu hari kami dikejutkan dengan Nyai yang hamil lagi!! Dan siapa lagi pelakunya kalau bukan Gondrong, anaknya sendiri. Aku kaget dan shocked, setahuku kan perkawinan sedarah dilarang, apalagi ini antara ibu dan anak. Tapi Ibuku menjawab dengan entengnya, "Ya gapapa, namanya juga binatang". Ohhhhh gitu toh..
Dari hasil hubungan ibu dan anak itu lahirlah 2 bayi anjing yang segera abangku beri nama si BULE untuk bayi betina, dan si COKELAT untuk bayi jantan. Kali ini kami dibolehkan oleh orangtuaku untuk memelihara kedua bayi baru ini. Meskipun ketika Bule dan Cokelat beranjak dewasa dan mulai pecicilan bolak-balik masuk-keluar rumah, orangtuaku sering protes, katanya, "Ini rumah apa kebun binatang sih??!!", hihihi..
Namun di balik itu anjing-anjingku termasuk anjing yang pintar. bila sudah makan siang dan makan malam, tinggal kita keluarkan mereka untuk bermain ke lapangan, maka mereka akan sekalian pup juga,hehehe. Kalau malam hari, mereka akan pup atau pipis di kamar mandi, maka jangan heran bila pagi hari di kamar mandi telah hadir beberapa onggokan dan genangan air berwarna kuning yang berbau amis, ouchhh..jadi laper deh, hihihi..
Satu persatu anjing kami mati. Dimulai dari Cokelat, Bule, lalu Gondrong dan ditutup dengan kematian Nyai. Mereka telah lama pergi, tapi kami tetap mengingat mereka. Percaya atau tidak, mereka, terutama Nyai dan Gondrong masih sering menghiasi mimpi-mimpiku. Bahkan aku terdorong menulis tentang mereka karena beberapa hari yang lalu mereka masih menghiasi tidurku. Terdengar horror?? Hehehe, biasa aja lagi. Anjing-anjingku..luv u :)
Waktu berjalan begitu cepat. Nyai telah berubah dari seekor bayi menjadi seekor gadis anjing (terdengar kasar ya?? tapi itulah kenyataannya, Nyai adalah seekor anjing!! hihihi). Panjang badannya sekitar 40 cm dan tingginya sekitar 25 cm. Bulunya seperti yang aku katakan tadi berwarna cokelat keemasan. Badannya cukup sintal dan padat ibarat Vicky Burki, hidung tentu saja pesek, nama juga anjing, kalau mancung malah tampak menyeramkan bukan?? Hehehe. Sayang, badannya yang OK itu tidak didukung dengan muka yang (maaf..) tampak seperti Omas Wati. Tak seperti manusia yang bila telah menjadi seorang gadis biasanya akan dikagumi karena pesonanya, Nyai justru disegani, bahkan ditakuti..oleh manusia bahkan oleh sesama hewan, terutama Ayam!! Gonggongannya yang cempreng dan unstoppable, juga hobbynya mengejar ayam-ayam tetangga demi kesenangan semata, disinyalir menjadi alasan kuat dia tidak dusukai di lingkungan rumahku. Nyai tidak mempunyai kandang, karena dia tidur di dalam rumah. Tempo-tempo tidur di sofa depan, tempo-tempo tidur di kursi makan, bahkan seringkali tidur di balik selimut bersamaku atau saudara-saudaraku. Tetanggaku yang kebetulan bernama Ceu Nyai, seringkali GR ketika kami memanggil-manggil anjing kami di luar.
Kami : NYAIIIIIIIII.....
Ceu Nyai : Aya naon?? (Ada Apa??)
Kami yang tak menyangka akan mendapat tanggapan dari Nyai versi manusia. Alhasil kami malah jadi kelabakan,hehehe.
Suatu hari ada saudaraku yang lain memberikan seekor anjing kampung, jantan, berwarna cokelat tua. Sebenarnya orang tua kami agak keberatan dengan tambahan anjing ini, tapi demi melihat muka memelas kami, akhirnya mereka membolehkan kami untuk menerima anjing baru itu di rumah kami. Abangku yang lagi-lagi tanpa kompromi memberikan nama untuk anjing pendatang baru itu. Dia menamai anjing jantan itu : MANGKULANGIT, tapi nama panggilannya DUDIT. Nama yang cukup spektakuler dan bombastis untuk seekor anjing menurutku. Tapi aku pun tak punya kekuasaan untuk mengusulkan nama lain, aku kan masih kecil dan polos, ohh.
Awalnya Nyai dan Dudit tampak bermusuhan, saling berjauhan, kalaupun berpapasan mereka tampak tak mengenal satu sama lain. Tapi itu hanya bertahan 1 hari saja. Hari-hari berikutnya keakraban mulai tampak. Mungkin mereka berpikir bahwa bermusuhan sangat tidak sesuai dengan perikeanjingan,hihihi. Duditpun yang awalnya masih takut-takut dengan kami, mulai mau mendekat dan bermanja-manja. Rupanya keakraban antara 2 anjing ini bukan sekadar pertemanan atau persahabatan, Dudit tega menghamili Nyai yang masih perawan..ohhh. Meskipun disinyalir Nyai yang selalu menggoda Dudit untuk berbuat anonoh terhadap dirinya. Tapi ya sudahlah ya, namanya juga binatang!! Hehehe. Singkat cerita perut Nyai semakin membesar, kami lebih memperhatikan asupan gizi untuknya, biar Nyai dan bayi-bayinya sehat. Hingga suatu malam tanpa kami ketahui, di bawah meja belajar abangku, beralaskan kain yang entah bagaimana caranya ada disitu, Nyai melahirkan 4 ekor bayi mungil yang sangat menggemaskan. Dudit mendampingi Nyai di dekatnya. Aku terkagum-kagum melihat bayi-bayi yang kecil itu, namun ketika aku hendak mendekat, Nyai marah dan memperlihatkan taringnya. Ibuku berkata, katanya biasanya anjing kalau sehabis melahirkan memang seperti itu, induknya seperti ketakutan kalau-kalau manusia akan mengambil anaknya. Alhasil kami hanya bisa melihat dari kejauhan saja, melihat Nyai menjilati anak-anaknya dari darah persalinannya agar bersih. Dengan hati-hati Ibuku mendekati Nyai, beliau hendak mengelilingi Nyai dan anak-anaknya dengan selimut bekas agar mereka hangat.
Esok paginya ketika aku bangun, aku tak sabar untuk melihat keluarga baru itu. Lucu sekali..dengan mata yang masih belum bisa melihat, keempat bayi anjing itu berebutan untuk menyusu ke induknya. Sementara Nyai tampak pasrah dan menikmati saat-saat menyusui bayi-bayinya itu. Oh pemandangan yang sungguh luar biasa. Hari itu Nyai sudah tampak lebih bersahabat. Kami sudah boleh mendekati dia dan bayi-bayinya. Hari-hari berikutnya, Ibuku sungguh telaten menjemur bayi-bayi anjing yang belum bernama itu. Tampaknya abangku kehilangan ide untuk memberi nama keempat bayi anjing itu. Hingga suatu hari, belum sampai seminggu, Orangtuaku memutuskan kalau kami tidak bisa memelihara keempat bayi anjing tersebut, karena akan sangat merepotkan. Kami tak rela, apalagi Nyai dan Dudit yang tampak sedih sekali ketika ketiga bayinya diambil oleh Orangtuaku. Aku menangis, begitu juga Nyai dan Dudit. Kesedihan tak bisa mereka sembunyikan. Sekilas aku bisa melihat air mata mereka yang tertahan.
Orangtuaku memberikan ketiga bayi anjing itu kepada teman-teman mereka. Aku berharap, bayi-bayi anjing itu akan dipelihara dengan baik. Bye Puppies...
Untunglah kesedihan Nyai dan Dudit tidak berlangsung lama, beberapa hari kemudian mereka sudah kembali ceria bersama their only son yang akhirnya abangku beri nama si GONDRONG, hanya karena buntutnya yang gondrong dan menyerupai kipas,hehehe. Gondrong tumbuh menjadi anjing pejantan yang unik. Tinggi badannya diantara Nyai yang pendek dan Dudit yang tinggi. Begitulah kalau anjing Chow chow kain dengan anjing kampung,hehehe.
Setahun berlalu, Dudit semakin tua, dan suatu hari dia mati. Aku dan saudara-saudaraku menangis, terlebih Nyai dan Gondrong. Orangtuaku memasukkan Dudit kedalam karung, mengikatnya, lalu membuangnya ke sungai yang tak jauh dari rumah kami.
Waktu berlalu, kami mulai dapat melupakan kematian Dudit. Suatu hari kami dikejutkan dengan Nyai yang hamil lagi!! Dan siapa lagi pelakunya kalau bukan Gondrong, anaknya sendiri. Aku kaget dan shocked, setahuku kan perkawinan sedarah dilarang, apalagi ini antara ibu dan anak. Tapi Ibuku menjawab dengan entengnya, "Ya gapapa, namanya juga binatang". Ohhhhh gitu toh..
Dari hasil hubungan ibu dan anak itu lahirlah 2 bayi anjing yang segera abangku beri nama si BULE untuk bayi betina, dan si COKELAT untuk bayi jantan. Kali ini kami dibolehkan oleh orangtuaku untuk memelihara kedua bayi baru ini. Meskipun ketika Bule dan Cokelat beranjak dewasa dan mulai pecicilan bolak-balik masuk-keluar rumah, orangtuaku sering protes, katanya, "Ini rumah apa kebun binatang sih??!!", hihihi..
Namun di balik itu anjing-anjingku termasuk anjing yang pintar. bila sudah makan siang dan makan malam, tinggal kita keluarkan mereka untuk bermain ke lapangan, maka mereka akan sekalian pup juga,hehehe. Kalau malam hari, mereka akan pup atau pipis di kamar mandi, maka jangan heran bila pagi hari di kamar mandi telah hadir beberapa onggokan dan genangan air berwarna kuning yang berbau amis, ouchhh..jadi laper deh, hihihi..
Satu persatu anjing kami mati. Dimulai dari Cokelat, Bule, lalu Gondrong dan ditutup dengan kematian Nyai. Mereka telah lama pergi, tapi kami tetap mengingat mereka. Percaya atau tidak, mereka, terutama Nyai dan Gondrong masih sering menghiasi mimpi-mimpiku. Bahkan aku terdorong menulis tentang mereka karena beberapa hari yang lalu mereka masih menghiasi tidurku. Terdengar horror?? Hehehe, biasa aja lagi. Anjing-anjingku..luv u :)
Label: Just A Thought
oiii onal duri, template baru nya bagus sekaliiii... bersh ran rajin :) Bravo! trus shoutmix widget nya kok bisa jadi rapi gini sih gmaha carax?