05 Oktober 2008

idol, the journey (part 1)


"Nald..RCTI ngadain Indonesian Idol tuh! Buruan daftar!!", seru Frida, begitu aku tiba di rumah Erick, teman gerejaku, untuk berlatih paduan suara.

"Oh, ya?", jawabku singkat dan sederhana, tapi tak sesederhana gejolak dalam hatiku yang tak sabar untuk segera mendaftarkan diri. Sendiri. Ya..sendiri!! Aku tak ingin orang lain tahu, cukup Evi, sahabatku, yang tahu. Pengalamanku di Popstar dan AFI 2 yang ‘hanya’ bisa menembus 50 besar Bandung, membuatku malas untuk gembar-gembor pada teman-teman dan keluargaku. Aku malu bila di Indonesian Idol ini pengalamanku kemarin terulang kembali. Mending kalau aku bisa kembali menembus 50 besar, kalau tidak sama sekali? Kan lebih memalukan lagi!!

Pengalamanku di 2 audisi sebelumnya membuatku tak terlalu tegang lagi menghadapi audisi ini. Aku malah menyukainya. Entahlah..aku begitu menikmati sensasi yang mampu membangkitkan adrenalinku ketika mengantre, regristrasi, berjalan memasuki ruang demi ruang, sampai ketika aku harus bernyanyi di hadapan para juri. Namun, meskipun telah memiliki modal pengalaman dari 2 kali audisi sebelumnya, tak lantas membuatku percaya diri untuk bisa menembus babak demi babak di Indonesian Idol ini. Karakter suara yang kuat, stamina, mental baja, dan keberuntungan amat dibutuhkan dalam ajang ini. Setidaknya itu yang aku lihat dan rasakan dari menyaksikan
American Idol di televisi.

Aku mendaftarkan diri. Sendiri..seperti aku katakan sebelumnya.
Waktu bergulir..hingga akhirnya tiba juga hari audisiku. Hari itu aku sengaja meminta izin dari Rumah Sakit tempat aku bekerja, "Ada kepentingan keluarga", kataku beralasan pada Bossku.

14 April 2004..
Audisi baru di mulai pukul 09.00 WIB, tapi pukul 07.00 WIB aku sudah tiba di lokasi audisi, Bale Pakuan Health&Leisure, tempat aku pernah mengikuti perlombaan karaoke dalam rangka Hari AIDS tahun 1995. Ya, aku sengaja datang lebih pagi, agar aku bisa diaudisi lebih awal.
Masih dengan busana audisi andalanku, yang juga kupakai di 2 audisi sebelumnya.
Celana jeans khaki, Topi Pet warna Cokelat dan T-shirt hitam lengan panjang berkancing 3 (Aku menyebutnya ‘T-shirt Nicholas’. Aku sengaja mencari dan membeli t-shirt yang sama waktu aku lihat Nicholas Saputra memakai t-shirt itu di salah satu scene film AADC. Karena t-shirtnya bagus, bukan karena Nicholas!!), sepatu keds warna krem dengan garis hitam, handband warna hitam bertuliskan W.W.J.D, dan terakhir..
postman bag warna hitam berisi peralatan perangku; air mineral, snack, roti (karena aku tak sempat sarapan), dan handuk kecil. Penampilanku sederhana, namun terlihat matching, casual dan aku cukup nyaman memakainya.

Tiba di sana, aku bertemu dengan teman2 senasib di 2 kompetisi sebelumya..sama-sama gagal!! Dan kami sama-sama mencoba kembali peruntungan kami di Indonesian Idol ini.
Aku sudah tidak ingat berapa nomor pesertaku waktu itu. Tidak terlalu penting untuk mengingatnya. Yang kuingat..saat itu tibalah saatnya aku harus audisi. Menyanyi di hadapan juri untuk membuktikan kemampuanku bernyanyi. Aku menyiapkan lagu ‘
Heaven Knows’ dari Rick Price, lagu yang berhasil membawaku ke babak 50 besar Bandung di 2 kompetisi sebelumnya. Dengan langkah percaya diri dan senyum menghiasi wajah, aku pun memasuki ruang juri..2 juri pria dan 1 juri wanita disana.
"Selamat Pagi..", bukaku.
"Pagi..mau nyanyi lagu apa?", balas juri pria yang satu, yang umurnya kuperkirakan sekitar 30 tahunan.
"Heaven Knows, Rick Price", jawabku.
"Ok, langsung bagian Reff-nya ya..", sambung juri pria yang lain, yang mukanya tampak familiar buatku. Ya, dia pernah membintangi beberapa iklan di televisi.
Aku pun bernyanyi..

"Maybe my love will comeback someday
Only Heaven Knows
And maybe our hearts will find that way
But only heaven knows
And all i can do is hope and pray
Coz Heaven Knows..
"

"Coba lagu yang agak nge-beat dong", juri wanita bersuara memecah keheningan.
Lalu aku pun menyanyikan "Katakan Saja" milik Harvey Malaiholo.
"Ok, terima kasih", ujar mereka hampir berbarengan, sambil mempersilahkan aku untuk keluar sambil menunggu pengumuman hasil audisiku tadi.
Aku sudah bernyanyi maksimal dan cukup bagus menurutku. Tapi aku tidak mau terlalu percaya diri untuk bisa lolos ke babak berikutnya, meskipun dalam hatiku tetap berharap. Lolos ke babak berikutnya, Judging Room, artinya aku akan bernyanyi di hadapan keempat juri utama..Indra Lesmana, Titi DJ, Meuthia Kasim dan Dimas Djay.
Bisakah aku..??
Pengumuman pun tiba..
Dan..
Aku gagal!!
Pikiranku mendadak kosong, tubuhku lemas, kecewa..sedih..marah..
"Budek apa itu juri-juri?? Ga bisa denger apa, suaraku bagus gini!!", batinku mulai sombong. "Untung ga ada yang tahu kalau aku ikutan audisi Indonesian Idol, jadi aku ga malu sama teman-temanku!", suara hatiku berusaha mencari sisi positif di tengah kekecewaanku.
Dengan langkah gontai aku melangkah keluar tempat audisi, menuju Evi yang sudah menunggu di luar menanti kabar gembira dariku.
Itu dia, melambai ke arahku, sambil mengeluarkan bahasa tubuh bertanya apakah aku lolos?. Aku balas dengan bahasa tubuhku pertanda aku tidak lolos.
Dia tersenyum, senyum yang aku artikan sebagai "Sudahlah..tidak apa-apa".
Aku pun sedikit lega dibuatnya.
Ya..tidak apa-apa. Tahun depan aku akan kembali mencoba.
Indonesian Idol..tunggu aku..!!

|..hari ini..aku akan membawa..|

0 Comments:

Post a Comment